Friday, June 17, 2011

Menjadikan Dinamika Perkembangan Pendidikan di Indonesia Sebagai Rujukan Penerapan Strategi Pendidikan di Asia Tenggara


Ilmu pengetahuan dan pendidikan merupakan aset utama sebuah peradaban suatu bangsa. Itu menjadi modal dasar untuk kita bersaing meningkatkan taraf hidup, karena dua hal tersebut adalah parameter fundamental yang menentukan tingkat kecerdasan suatu bangsa, kemajuan suatu peradaban dan kedudukan sosial suatu masyarakat.
Permasalahan yang paling meradang dalam perkembangan pendidikan adalah mengenai kesenjangan pendidikan di berbagai daerah atau regional. Di satu sisi, tampak kemapanan dan taraf pendidikan yang layak dengan fasilitas yang memadai kita lihat di beberapa kota besar. Namun di sisi lain, realita yang menyedihkan terpampang jelas di daerah pedalaman yang miskin jauh dari akses modernisasi dan standar hidup yang layak.
Dalam menganalisis permasalahan yang ada serta menentukan strategi pendidikan dalam menyelesaikannya. Ada baiknya kita menengok evolusi perkembangan strategi pendidikan Indonesia dari tahun ke tahun sejak pertama kali negara ini mempunyai otoritas penuh menentukan strategi pendidikan untuk warga negaranya. Dalam perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia, setidaknya sudah ada beberapa kali pergantian strategi dan penerapan sistem pembelajaran. Diawali pada tahun 1947 dengan sebutan Rentjana Pembelajaran 1947 di mana tujuan pendidikan pada masa itu menekankan pada pembentukan karakter rakyat untuk meyadari kedudukan bangsa Indonesia yang berdaulat dan sejajar dengan negara lain. Dalam analisisnya, hal ini dimaksudkan pemerintah untuk menanamkan kepercayaan diri bangsa Indonesia di tangah kondisi yang baru berdaulat dan merdeka dua tahun sebelumnya.
Kemudian pada tahun 1952, pendidikan mengalami perubahan lebih mengarah pada pembelajaran yang disesuaikan dengan kehidupan dan kebutuhan nyata yang dialami oleh masyarakat sehari-hari. Strategi ini dikenal dengan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Selanjutnya strategi ini disempurnakan dengan titik tekan pada pengembangan moral, kecerdasan emosional, keterampilan dan jasmani pada tahun 1964 bertajuk Program Pancawardhana. Ternyata keterampilan yang di dapat dalam kehidupan nyata siswa terlampau berbeda. Dinamikan sosial yang ditemui justru lebih kompleks dan perlu adanya penanaman ideologis kebangsaan agar pengembangan moral dan emosional peserta pendidikan memiliki tujuan dan dasar yang jelas. Hingga selanjutnya ketika masa pemerintahan orde baru bangsa Indonesia mencoba  mengiplemantasikan strategi pendidikan yang mengarah pada pembinaan jiwa pancasila sebagai landasan Ideologi dalam berbangsa dan bernegara. Dengan tujuan agar bangsa Indonesia berkembang berdasarkan ciri khas dan identitasnya.
Perkembangan strategi pembelajaran dalam pendidikan Indonesia mulai terasa efektif ketika pada tahun 1984 yang dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif. Dalam pembelajaran ini, siswa terlibat aktif secara fisik, mental, intelektual dan emosional terhadap gurunya. Program pendidikan yang fleksibel yang mengutamakan tingkat interaksi siswa dan pengajar secara aktif. Program ini berbuah manis hingga melahirkan kedekatan personal antara guru dan siswa dan juga gairah belajar siswa yang meningkat tajam.
Namun seiring berjalannya waktu, proses pembelajaran dengan sistem pendidikan seperti ini memiliki kelemahan berupa kualitas bahan ajar yang diberikan oleh tenaga pengajar masih bersifat subjektif. Artinya, kapasitas materi tidak diutamakan, hingga akhirnya melahirkan kompetensi siswa yang tidak merata dan tidak memiliki standar pendidikan yang jelas. Dengan latar belakang kondisi seperti lahirnya otoritas pemerintah dalam pembentukan standar kurikulum yang akhirnya muncul ‘sistem pendidikan satu pintu’ untuk pertama kalinya di Indonesia yakni pada tahun 1994. Pemerintah pusat menyusun standar berdasarkan beberapa sekolah yang memiliki standar kualitas yang tinggi disertai dengan penunjang yang memadai.
Hingga akhirnya pada dekade terakhir, kurikulum yang sama berupa pembelajaran satu pintu namun dibungkus dengan nama lain berupa Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dalam strategi ini, pengembangan kemampuan untuk melakukan kompetensi dengan standar yang telah ditetapkan. Tujuan dari program ini adalah peserta pendidikan mampu mengetahui, menyikapi, dan melakukan materi pembelajaran secara bertahap dan berkelanjutan hingga akhirnya menjadi kompeten berdasarkan rancangan standar yang diatur oleh pendidikan pusat. Pelaksanaan program ini tidak bertahan lama, karena pada tahun 2004 strategi ini direvisi menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dimana konsep yang ditawarkan masih sama yaitu mengacu pada basis kompetensi. Perbedaannya adalah pihak sekolah mempunyai otoritas untuk menyusun program pendidikan dengan tujuan yang sama. Jadi dalam sistem ini sekolah memiliki kreasi untuk menyelanggarakan pendidikan namun dengan tujuan yang sudah dapat ditentukan oleh pemerintah pusat.
Belajar dari dinamika perkembangan strategi pendidikan di Indonesia di atas, secara umum dapat dipetik sebuah ide brilian untuk di terapkan dalam mendukung upaya meningkatkan kerjasama regional dalam bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Asia Tenggara. Karena gagasan-gagasan strategi pendidikan ini muncul karena latar belakang yang sama berupa ketidakmerataan taraf pendidikan dan latar belakang budaya di berbagai regional di Asia Tenggara, kesenjangan pendidikan karena dukungan fasilitas berupa akses dan informasi pendidikan di masing-masing daerah tidak merata, dan negara-negara di Asia Tenggara juga memiliki tujuan yang sama berupa pengembangan sumber daya manusia yang berkompeten dengan standar kebijakan-kebijakan lokal masing-masing negara.
Strategi yang harus dikembangan di regional kita harus memiliki esensi yang tersirat dalam sistem pembejaran yang pernah diterapkan di masing-masing negara di ASEAN. Ruh yang pertama adalah dalam perannya, unsur pendidikan memiliki kesadaran untuk menjadi teladan jika kondisinya sudah mapan dan berkembang pesat dibandingkan unsur pendidikan di beberapa regional lainnya. Nilai yang dapat di ambil adalah sumber daya manusia yang berpengatahuan harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat sekitar yang masih terbelakang. Ruh yang kedua adalah dalam fungsinya, ketika strategi pendidikan ini lebih menitikberatkan pada seluruh elemen pendidik berupa pengajar, peserta ajar, pemerintah sebagai penentu kebijakan, sekolah sebagai penyelenggara dan orang tua sebagai pendukung pembelajaran. Kelima aspek ini berfungsi memberikan kontribusi berupa karya nyata  untuk masyarakat dan berkomitmen untuk berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat sesuai dengan kebijakan pemerintah lokal. Ruh yang terakhir mengenai komitmen pendidikan untuk tidak menjadi sarana komerisalisasi yang hanya memberikan keuntungan bagi sebagian pihak dan merugikan pihak lain secara tidak langsung. Pendidikan harus berkomitmen untuk menjadi motor penggerak kemajuan peradaban tanpa ada tujuan-tujuan komersial yang akan memperburuk citra pendidikan itu.
Dari ketiga ruh ini akan muncul sosok para pemimpin muda yang lahir dari rahim pendidikan kita untuk menjadi sosok-sosok inspiratif bagi masyarakat. Totalitas berjuang untuk negeri tanpa tercemar racun-racun pemikiran asing yang bersifat destruktif, hingga akhirnya terjerumus dalam dominasi negara-negara luar. Sudah saatnya kita sebagai bangsa-bangsa di ASEAN mulai berteriak kepada dunia dan bangga mengatakan, “Inilah kami anak-anak bangsa yang siap membangun negeri dan berkontribusi untuk dunia!”
* * *
Tulisan oleh:
Solli Dwi Murtyas
Jurusan Teknik Fisika
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Sumber : http://indonesiaberprestasi.web.id

No comments:

Post a Comment